Steven-Johnson Syndrome, biasanya disingkat sebagai SJS, adalah atau eritema multiformis mayor adalaha variasi eritema multiformis mukokutan yang lebih parah dengan
ditandai keterlibatan membran mukosa. StevenJohnson Syndrome paling sering terjadi pada
anak-anak dan orang dewasa muda, jarang terjadi dibawah usia 3 tahun. Insidensi SJS diperkirakan 2-3% perjuta populasi setiap tahun di Eropa dan Amerika Serikat. Sedangkan di bagian kulit RSCM tiap tahun kira-kira terdapat 12 pasien, yang umumnya dewasa.
Sebagian besar kasus SJS disebabkan oleh reaksi toksik terhadap obat, terutama antibiotik, antikejang dan obat antipiretik, termasuk yang dijual tanpa resep. Steven-Johnson Syndrome (SJS) Merupakan kumpulan gejala klinis mucocutaneus eruption berupa kelainan pada kulit, mukosa dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari ringan sampai berat. SJS berkaitan dengan reaksi Hipersensitivitas tipe III dan tipe IV yang diperantarai oleh kompleks imun yang disebabkan oleh beberapa jenis obat ataupun infeksi. Pada SJS pasien mendapat lepuh pada selaput mukosa yang melapisi mulut, tenggorokan, dubur, kelamin dan mata.
Obat yang diduga sebagai penyebab tersering berturut-turut pada kasus StevenJohnson Syndrome di RSUD Dr. Abdul Moeloek Bandar Lampung tahun 2001-2005, yaitu golongan penisilin 10 pasien (38,5%), analgetik/antipiretik 8 pasien (30,8%), karbamazepin 5 pasien (19,2%) dan 3 pasien (11,5%) tidak diketahui penyebabnya.
Sampai saat ini belum ada obat pilihan utama untuk pengobatan SSJ. Pemakaian kortikosteroid masih kontroversi. Beberapa penelitian menemukan bahwa pemberian pada awal penyakit dapat mencegah perluasan penyakit. Penelitian lainnya menyimpulkan bahwa steroid tidak dapat mencegah progresi penyakit, bahkan sebaliknya meningkatkan mortalitas dan efek samping sepsis. Pengobatan menggunakan intravenous immunoglobulin (IVIG) didasarkan pada kemampuannya mencegah kematian sel melalui aktivitas anti-Fas. Hasil penelitian menggunakan IVIG masih saling bertentangan sehingga tidak dapat dianggap sebagai terapi standar, selain dapat menyebabkan nefrotoksisitas. Siklosporin mengaktifkan sitokin tipe Th2, menghambat efek sitotoksik sel T CD8+, anti-apoptosis melalui hambatan pada Fas ligand (FasL), nuclear factor kappa beta (NFkB) dan tumor nekrosis faktor. Beberapa studi menunjukkan keberhasilan siklosporin, walaupun demikian diperlukan penelitian prospektif untuk membuktikan kelebihan dan tidak adanya efek samping.
Agusmansyah, Satya, and Asep Sukohar. “Pengaruh Obat Golongan Antipiretik dan Antibiotik Terhadap Peningkatan Angka Kejadian STEVEN-JOHNSON SYNDROME Di RSUD Dr. Abdul Moeloek Bandar Lampung.” Jurnal Majority 5.5 (2016): 144-149.
Thaha, M. Athuf. “Sindrom Stevens-Johnson dan Nekrolisis Epidermal Toksis di RSUP MH Palembang Periode 2006-2008.” Media Medika Indonesiana 43.5 (2009): 234-239.
Comments are closed